Zona untuk mengenalku, Zona Dakwahku

Jumat, 16 Juli 2010

kutipan dari Elfata online

ImageSaat berbicara tentang masalah dakwah,  sebagian di antara kita berpikir bahwa masalah yang dibicarakan terletak begitu jauh, seperti dakwah di Cina, India, atau Papua.  Bahkan tak terpikir bahwa masalahnya ada begitu dekat bahkan berada di bawah telapak kaki kita sendiri. Problematika dakwah pertama yang perlu diselesaikan adalah bagaimana membawa diri dan jiwa kita kepada kebenaran itu sendiri. Inilah dakwah yang terbesar. Begitu pula bertobat dari dosa dan maksiat, menambah amalan shalih, serta menjaga amalan-amalan sunnah.  Munculkan pada jiwa untuk  bertobat dari terus menerus meninggalkan amalan nafilah dan amalan yang bernilai sunnah. Bertobat dari malas-malasan mengerjakan sunnah rawatib.  Bertobat dari lemah dalam mendapatkan shaf pertama, bertobat dari meninggalkan Al Quran. Bertobat dari sedikitnya berdzikir pada Allah.  Bertobat pada Allah dari membuang waktu pada hal yang tak berguna. Ya, ajaklah jiwa untuk hal tersebut terlebih dahulu.
Selanjutnya, disamping memperbaiki diri, kita memulai untuk memperbaiki keluarga. Baik itu orang tua, istri-suami, anak-anak, dan kerabat kita . Seperti firman Allah,
“ Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,..” (Asy Syu’ara: 214)
Begitu juga kita berupaya memberikan kontribusi dakwah bagi kerabat dan saudara, misalnya  dalam pertemuan pekanan atau bulanan. Demikian pula membantu tetangga satu desa, kampung atau perumahan untuk menjalankan shalat fardhu. Ini memang langkah yang begitu panjang, namun jika kita mau menempuh maka akan membuahkan perbaikan pada masyarakat secara umum.
Untuk merealisasikan itu semua, kita membutuhkan dua perkara yang penting:
Pertama: Santun dan Lemah Lembut. Kelemahlembutan bila berada pada sesuatu perkara akan membuatnya menjadi indah. Allah berfirman tentang Nabi Muhammad,
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”  (At Taubah: 128)
Kedua: Terus menerus dan Kontinu. Karena ada sebagian orang yang awalnya giat berdakwah namun kemudian berhenti. Padahal dakwah tidak boleh demikian. Dakwah harus berjalan terus dan tegak sampai sang dai mati. Nabi Nuh Alaihis salam memiliki umur yang panjang hampir seribu tahun, dan beliau terus berdakwah. Demikian pula Nabi Muhammmad, dalam beberapa tahun dakwah yang mengikuti baru satu atau dua orang saja, namun beliau tidak lemah, tidak mundur dan tidak juga berhenti dalam berdakwah. (*)

Dialihbahasakan dengan sedikit perubahan dari kaifa akhdamul Islam oleh Abdul Malik bin Qashim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar kamu..
kemajuanku...

Search

Bookmark Us